Penulis: Harnia (Mahasiswi Komunikasi & Penyiaran Islam, IAIN Parepare) OPINI--- Berbicara mengenai politik identitas dimana politik y...
Penulis: Harnia (Mahasiswi Komunikasi & Penyiaran Islam, IAIN Parepare)
OPINI--- Berbicara mengenai politik identitas dimana politik yang menggunakan identitas diri seperti ras atau agama sebagai suatu landasan dalam berpolitik. Nah pasa dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang suka berkelompok atau tergabung dalam bagian suatu kelompok, dengan begitu kita akan merasa terhubung dan bersimpati satu sama lain.
Praktik politik identitas yang merugikan rakyat merupakan fenomena yang cukup kompleks dan kontroversial. Sementara politik identitas pada dasarnya merupakan upaya untuk mewakili kepentingan dan perspektif kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, dalam beberapa situasi, praktik politik identitas dapat mengakibatkan dampak negatif yang merugikan rakyat secara keseluruhan.
Salah satu masalah yang timbul dari politik identitas yang merugikan rakyat adalah polarisasi sosial. Ketika politisi atau kelompok politik memanfaatkan identitas suku, agama, ras, atau gender untuk menciptakan perpecahan dalam masyarakat, ini dapat memperkuat kesenjangan dan meningkatkan ketegangan antara kelompok-kelompok. Sebagai akibatnya, kerja sama dan dialog yang diperlukan untuk mencapai solusi yang berkeadilan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat menjadi sulit dilakukan.
Di Indonesia, terdapat beberapa contoh kasus politik identitas yang telah terjadi
Khasus pada Pilpres 2014: Pada Pemilihan Presiden 2014, terjadi polarisasi politik yang kuat antara pasangan calon Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Selama kampanye, terdapat penekanan kuat pada identitas agama dan etnis. Salah satu contoh adalah penggunaan isu agama dalam upaya untuk mempengaruhi pemilih, seperti penyebaran narasi tentang ketaatan beragama dan dukungan dari tokoh agama tertentu.
Penyebaran Sentimen SARA: Di beberapa pemilihan umum di Indonesia, terutama di tingkat lokal, terkadang terjadi penyebaran sentimen SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan). Politisi atau kelompok tertentu dapat memanfaatkan isu identitas etnis, agama, atau golongan untuk memperoleh dukungan politik atau memecah belah masyarakat.
Konflik etnis dan agama: Di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di wilayah yang memiliki keberagaman etnis dan agama yang tinggi, terjadi konflik etnis dan agama yang berdampak pada politik identitas. Contohnya adalah konflik di Poso, Maluku, dan Papua, di mana identitas etnis dan agama digunakan sebagai pemicu konflik politik.
Pemilihan kepala daerah: Dalam pemilihan kepala daerah, identitas etnis dan agama sering menjadi faktor yang dipertimbangkan oleh pemilih. Calon yang memiliki asal etnis atau agama yang sama dengan mayoritas penduduk suatu daerah sering kali lebih berpeluang memperoleh dukungan politik.
Isu-Isu Perempuan dan Minoritas Seksual: Politik identitas juga terjadi dalam isu-isu perempuan dan minoritas seksual di Indonesia. Misalnya, dalam perdebatan tentang hak-hak LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), terdapat polarisasi dan konflik di masyarakat yang didasarkan pada identitas agama dan budaya.
Penting untuk dicatat bahwa penekanan pada politik identitas dapat memiliki dampak yang kompleks dan dapat mempengaruhi keberagaman, integrasi, dan stabilitas sosial. Mendorong dialog, pemahaman, dan inklusivitas adalah penting dalam mengatasi konflik yang timbul dari politik identitas.
Selain itu, praktik politik identitas yang merugikan rakyat sering kali mengalihkan perhatian dari isu-isu nyata yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat. Politisi yang terjebak dalam politik identitas mungkin cenderung fokus pada retorika dan simbolisme yang berkaitan dengan identitas, sementara masalah yang lebih mendesak seperti kemiskinan, bisa dilihat bahwasannya tingkat kemiskinan di Indonesia tercatat sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang pada September 2022, nah dalam bidang pendidikan adalah salah satu yang urgent dimana, para politisi tidak memikirkan bagaimana cara atau program untuk generasi yang akan datang supaya betul-betul menjadi aset bangsa, dan menciptakan generasi yang produktif dan berkualitas bukan malah membiarkan mereka di bantai dengan perkembangan zaman sehingga menyebabkan angka pengangguran meningkat dan menjadi beban negara. Bidang kesehatan bisa dilihat pelayanan dan fasilitas kesehatan untuk masyarakat masih sangat kurang, atau lapangan kerja seringkali terabaikan. Akibatnya, kepentingan masyarakat secara keseluruhan dapat terabaikan demi kepentingan kelompok tertentu.
Selanjutnya, politik identitas yang merugikan rakyat juga dapat memperkuat sistem patronase dan nepotisme. Praktik ini terjadi ketika politisi memanfaatkan identitas kelompok tertentu untuk memperoleh dukungan politik tanpa mempertimbangkan kualifikasi atau kompetensi yang sesuai. Hal ini menghasilkan pemilihan pejabat publik yang kurang berkualitas, karena mereka dipilih berdasarkan pertimbangan identitas, bukan berdasarkan kemampuan atau rekam jejak mereka dalam menjalankan tugas publik. Akibatnya, kualitas pelayanan publik dapat tergerus dan menciptakan ketidakadilan bagi rakyat yang seharusnya dilayani dengan baik.
Tentu saja, penting untuk diingat bahwa politik identitas itu sendiri tidak selalu merugikan rakyat. Dalam beberapa konteks, politik identitas dapat menjadi sarana yang kuat untuk membela hak-hak kelompok-kelompok minoritas yang sering kali diabaikan atau terpinggirkan dalam kehidupan politik. Namun, praktik politik identitas yang merugikan rakyat terjadi ketika politisi atau kelompok politik mengeksploitasi isu-isu identitas untuk memperoleh kekuasaan atau keuntungan politik, tanpa memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan umum.
Dalam kesimpulannya, praktik politik identitas yang merugikan rakyat dapat menghasilkan polarisasi sosial, mengalihkan perhatian dari isu.
Tidak ada komentar