Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header

Breaking News:

latest

Dinamika Transformasi Komunikasi Politik di Era Digital: Antara Kesempatan dan Tantangan

Penulis: Aldila Rodiyah (Mahasiswi Komunikasi & Penyiaran Islam, IAIN Parepare) OPINI--- Komunikasi politik adalah inti dari proses demo...



Penulis: Aldila Rodiyah (Mahasiswi Komunikasi & Penyiaran Islam, IAIN Parepare)

OPINI---Komunikasi politik adalah inti dari proses demokrasi yang sehat dan efektif. Sebagai wadah di mana pemimpin politik berinteraksi dengan masyarakat, komunikasi politik memainkan peran penting dalam membentuk opini publik, membentuk kebijakan, dan memperkuat dasar demokrasi. Melalui komunikasi politik, para pemimpin politik dapat berkomunikasi dengan masyarakat untuk menyampaikan gagasan, kebijakan, dan visi mereka, sementara masyarakat memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik, mempertanyakan, dan mengkritik.

Para ahli seperti Doris Graber dan Denis McQuail memperluas pemahaman tentang komunikasi politik dengan menyoroti pentingnya media massa dalam membentuk opini publik dan memengaruhi proses politik. Karena itu, komunikasi politik dapat dirumuskan sebagai suatu proses pengoperan lambang-lambang atau symbol komunikasi yang mengandung pesan politik dari seseorang ataupun kelompok dan lembaga politik kepada orang lain dengan tujuan untuk mempengaruhi target sasaran atau kalayak komunikasi politik.

Para ahli lain, seperti Kathleen Hall Jamieson dan Joseph N. Cappella, menggarisbawahi pentingnya retorika politik dalam memengaruhi sikap dan perilaku pemilih. Mereka memandang komunikasi politik sebagai proses persuasif yang melibatkan penggunaan strategi komunikasi yang cermat untuk mempengaruhi pendapat dan tindakan politik.

Dan kita perlu mengakui bahwa komunikasi politik saat ini telah mengalami transformasi dramatis sebagai akibat dari perkembangan teknologi informasi dan media sosial. Dulu, komunikasi politik terbatas pada siaran televisi, surat kabar, dan pidato di acara tertentu. Namun, saat ini, platform media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram dll memberikan akses langsung kepada pemimpin politik dan memungkinkan interaksi dua arah yang cepat antara mereka dan masyarakat.

Namun, di balik potensi positifnya, komunikasi politik juga dapat menjadi sarana untuk menyebarkan informasi palsu atau memanipulasi opini publik. Fenomena ini sering disebut sebagai "infodemi" di mana penyebaran berita palsu atau informasi yang tidak benar dapat merusak proses demokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga politik.

Salah satu contoh kasus penyebaran hoax di media sosial yaitu kasus yang melibatkan klaim palsu tentang kandidat politik atau partai politik tertentu. Misalnya, dalam masa kampanye pemilihan umum, seringkali muncul berita palsu atau informasi yang direkayasa untuk merusak reputasi lawan atau mempengaruhi persepsi pemilih terhadap kandidat tertentu.

Sebuah contoh nyata adalah penyebaran hoax tentang kandidat politik yang mengklaim bahwa mereka terlibat dalam skandal korupsi atau perilaku amoral tertentu. Informasi yang tidak benar ini dapat dengan cepat menjadi viral di media sosial dan menimbulkan keraguan atau bahkan kebencian terhadap kandidat tersebut, meskipun klaim tersebut tidak memiliki dasar yang kuat.

Oleh karena itu, penting bagi pemimpin politik dan juga masyarakat untuk meningkatkan literasi media yang kritis, serta untuk mengembangkan kemampuan dalam membedakan antara informasi yang valid dan hoaks.

Komunikasi politik juga merupakan alat untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat dan memperjuangkan perubahan sosial. Gerakan sosial dan aktivis sering menggunakan komunikasi politik untuk menyampaikan pesan mereka, memobilisasi dukungan, dan mempengaruhi kebijakan publik. Melalui kampanye advokasi dan aksi politik, mereka berupaya untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat.

Secara pribadi, saya percaya bahwa komunikasi politik memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk arah dan karakter suatu negara. Dikarenakan komunikasi politik bukan hanya tentang bagaimana pemimpin politik menyampaikan pesan mereka, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat menerima dan meresponsnya. Sebuah sistem politik yang sehat membutuhkan komunikasi yang transparan, inklusif, dan berbasis pada kepentingan publik.

Namun, saya juga menyadari bahwa komunikasi politik sering kali menjadi medan untuk manipulasi demi kepentingan politik. Pemimpin politik dan partai politik sering kali menggunakan retorika yang memanipulasi opini publik atau menyebarkan informasi palsu demi keuntungan politik mereka sendiri. Ini mengancam integritas demokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga politik.

Dalam era digital saat ini, tantangan komunikasi politik semakin kompleks dengan adanya penyebaran informasi yang cepat dan mudah dipengaruhi oleh algoritma media sosial. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi media dan kritis, serta untuk memilih pemimpin politik yang berkomitmen pada integritas, transparansi, dan akuntabilitas.

Meskipun demikian, saya tetap optimis bahwa komunikasi politik memiliki potensi besar untuk memobilisasi dukungan untuk perubahan sosial yang positif dan mewujudkan nilai-nilai demokrasi. Melalui partisipasi aktif dalam proses politik dan advokasi untuk kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat, kita dapat memperkuat demokrasi dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua warga negara.

Terakhir, komunikasi politik bukan hanya tentang pesan yang disampaikan, tetapi juga tentang bagaimana pesan tersebut diterima dan diinterpretasikan oleh masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemimpin politik untuk mendengarkan dengan cermat dan responsif terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat, serta untuk membangun dialog yang inklusif dan berdasarkan kepercayaan. Karena hanya dengan komunikasi politik yang terbuka, jujur, dan partisipatif, kita dapat mencapai demokrasi yang sehat dan dinamis di mana suara semua warga didengar dan dihargai.

Tidak ada komentar