Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header

Breaking News:

latest

OPINI: Agenda Setting Media di Masa Pemilu

Penulis:  Aulia Dzaldzabila (Mahasiswi Komunikasi & Penyiaran Islam, IAIN Parepare) OPINI--- Agenda setting adalah teori komunikasi mass...



Penulis: Aulia Dzaldzabila (Mahasiswi Komunikasi & Penyiaran Islam, IAIN Parepare)

OPINI---Agenda setting adalah teori komunikasi massa yang pertama kali dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw pada tahun 1972. Teori ini menyatakan bahwa media massa memiliki kekuatan untuk menentukan perhatian masyarakat terhadap isu-isu tertentu dengan menonjolkan atau mengabaikan berita-berita tertentu. Dengan kata lain, media massa tidak hanya memberi tahu masyarakat apa yang harus dipikirkan, tetapi juga apa yang harus dianggap sebagai prioritas atau isu yang paling penting. Proses agenda setting terjadi dalam dua tingkat. Pertama, agenda setting media mengacu pada perhatian yang diberikan oleh media terhadap suatu isu, yang kemudian mempengaruhi perhatian masyarakat terhadap isu tersebut. Kedua, agenda setting publik mengacu pada sejauh mana perhatian masyarakat terhadap isu-isu tertentu mencerminkan perhatian yang diberikan oleh media. Dengan kata lain, media tidak hanya mencerminkan realitas, tetapi juga membentuk realitas dengan menentukan isu-isu yang dianggap penting oleh masyarakat.

Agenda setting dapat terjadi melalui berbagai cara, termasuk pemilihan berita yang diberitakan, frekuensi pemberitaan, posisi berita dalam media, serta gaya pemberitaan. Isu-isu yang sering muncul di media cenderung menjadi perhatian utama masyarakat, sementara isu-isu yang diabaikan oleh media cenderung kehilangan daya tarik publik. Pentingnya agenda setting terletak pada pengaruhnya terhadap persepsi masyarakat terhadap isu-isu sosial dan politik. Teori ini menyoroti bahwa media bukan hanya sebagai pemancar informasi, tetapi juga sebagai pemain kunci dalam membentuk pola pikir dan prioritas masyarakat. Oleh karena itu, agenda setting menjadi kajian yang signifikan dalam memahami dinamika interaksi antara media, masyarakat, dan proses pembentukan opini publik. Agenda setting media dalam konteks pemilu memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk opini publik dan arah perbincangan masyarakat. Media memiliki kemampuan untuk menentukan fokus dan urgensi suatu isu, sehingga dapat memengaruhi persepsi dan prioritas pemilih. Dalam kaitannya dengan teori komunikasi, konsep "agenda setting" ini dapat dikaitkan dengan pemikiran Jürgen Habermas.

Jürgen Habermas, seorang filsuf dan sosiolog Jerman, dikenal karena kontribusinya terhadap pemikiran sosial dan politik. Salah satu konsep sentral dalam karyanya adalah "ruang publik" atau "öffentlicher Raum" dalam bahasa Jerman. Konsep ini dikembangkan oleh Habermas dalam bukunya yang terkenal, "The Structural Transformation of the Public Sphere" ("Strukturwandel der Öffentlichkeit"), yang diterbitkan pada tahun 1962.

Ruang publik menurut Habermas merujuk pada arena sosial di mana individu-individu berkumpul untuk berbicara dan berdiskusi mengenai masalah-masalah publik atau politik. Ini bukan hanya tempat fisik, tetapi lebih sebagai suatu domain di mana warga dapat berpartisipasi dalam pertukaran ide dan pandangan tanpa intervensi yang menghambat. Habermas melihat ruang publik sebagai suatu bentuk forum yang mandiri dan terbebas dari pengaruh yang merendahkan atau mengintimidasi. Dalam "The Structural Transformation of the Public Sphere," Habermas menggambarkan perkembangan sejarah ruang publik di Eropa pada abad ke-18, khususnya di Inggris dan Perancis. Pada masa itu, ruang publik berkembang sebagai hasil dari munculnya kelas borjuis yang mengadakan pertemuan di kafe, rumah-rumah pribadi, dan klub-klub diskusi. Ruang publik ini menjadi tempat di mana orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat dapat berbicara bebas mengenai isu-isu politik dan sosial. Namun, Habermas juga menyadari bahwa ruang publik dalam bentuknya yang ideal telah mengalami transformasi seiring waktu. Dia mengkritik komodifikasi dan birokratisasi ruang publik modern, di mana media massa dan struktur kekuasaan politik memainkan peran besar dalam membentuk opini publik. Habermas juga menyoroti bahaya terjadinya "kolonialisasi dunia kehidupan sehari-hari" oleh kekuatan ekonomi dan politik, yang dapat merusak integritas ruang publik.

Dalam pemikiran Habermas, ruang publik yang sehat dan fungsional adalah prasyarat untuk demokrasi yang efektif. Partisipasi warga dalam pembentukan opini dan pengambilan keputusan adalah esensial bagi kesehatan demokrasi. Meskipun ruang publik yang ideal mungkin sulit dicapai dalam masyarakat modern yang kompleks, konsep ini tetap memberikan kerangka kerja penting untuk memahami peran kritis yang dimainkan oleh partisipasi publik dan dialog terbuka dalam masyarakat demokratis.

Habermas berpendapat bahwa media harus menjadi sarana di mana warga dapat berdiskusi secara bebas dan rasional untuk mencapai konsensus. Agenda setting yang terlalu terkonsentrasi dapat menghalangi proses ini, mengarah pada penurunan kualitas ruang publik. Ketergantungan media pada kepentingan politik atau ekonomi tertentu juga dapat merusak prinsip komunikasi yang bebas dan adil yang diinginkan oleh Habermas. Media yang cenderung fokus pada isu-isu tertentu dapat membatasi keragaman pandangan dalam ruang publik, mempengaruhi proses deliberatif. Hal ini dapat mengarah pada homogenisasi opini dan menurunkan kualitas demokrasi, sebagaimana yang ditekankan oleh Habermas. Kritik ini mencerminkan ketidakseimbangan antara idealitas ruang publik dan realitas praktik media selama periode pemilu. Seperti yang diketahui bahwa kebanyakan media dikendalikan penuh oleh pemerintah, ini menjadikan media akan sangat mudah di "setting" oleh mereka yang memiliki kuasa, dan memilih isu yang ingin di tonjolkan, baik itu untuk mejaga nama baik, atau untuk menjatuhkan sang lawan.

Ketika media mengatur agenda dengan cara yang tidak seimbang atau mengutamakan isu-isu tertentu, hal tersebut dapat merugikan proses demokratisasi. Misalnya, fokus yang terlalu besar pada isu-isu kontroversial atau personalitas politik dapat mengaburkan substansi perdebatan politik yang seharusnya didasarkan pada ide dan program. Penting untuk memastikan bahwa media tidak hanya memprioritaskan isu-isu yang kontroversial atau sensasional, tetapi juga memberikan perhatian yang memadai pada isu-isu kebijakan substantif. Seiring dengan itu, masyarakat perlu mengembangkan kemampuan kritis untuk menyaring informasi, memahami agenda setting media, dan berpartisipasi aktif dalam ruang publik.

Dalam kerangka pemikiran Habermas, idealnya ruang publik harus menjadi tempat di mana berbagai suara didengar dan diberi ruang yang setara. Oleh karena itu, praktik agenda setting media yang sehat dan seimbang akan mendukung terbentuknya opini publik yang informasional dan demokratis dalam menghadapi proses pemilu. Masyarakat luas juga dituntut untuk mampu memahami dan membatasi diri dari banyaknya isu isu yang diberitakan di media.

Tidak ada komentar