Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header

Breaking News:

latest

OPINI: Kedudukan Perempuan dalam Ranah Politik

Penulis: Nur Hasrina Sani (Mahasiswi Komunikasi & Penyiaran Islam, IAIN Parepare) OPINI--- Kedudukan perempuan dalam ranah politik merup...



Penulis: Nur Hasrina Sani (Mahasiswi Komunikasi & Penyiaran Islam, IAIN Parepare)

OPINI---Kedudukan perempuan dalam ranah politik merupakan isu yang kompleks dan terus berkembang. Meskipun telah terjadi kemajuan dalam beberapa aspek, masih terdapat berbagai tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai kesetaraan gender yang sejati. Dalam beberapa dekade terakhir, perempuan telah berhasil memasuki arena politik di berbagai negara, namun proporsi perempuan di dalam lembaga-lembaga politik masih seringkali jauh dari proporsi laki-laki.

Tantangan pertama yang dihadapi perempuan dalam politik adalah ketidaksetaraan akses terhadap peluang politik. Stereotip gender dan norma sosial seringkali menghalangi perempuan untuk memasuki dunia politik, dan bias gender dapat ditemui dalam pemilihan, kampanye, dan proses pengambilan keputusan politik. Pemberian dukungan finansial dan akses terhadap pendidikan politik juga menjadi faktor penting dalam mendorong partisipasi perempuan dalam politik.

Peran media juga memiliki dampak besar terhadap kedudukan perempuan dalam politik. Representasi perempuan dalam media cenderung terpaku pada citra tradisional atau stereotip yang tidak selalu mencerminkan kemampuan dan potensi mereka sebagai pemimpin. Oleh karena itu, mendukung narasi yang lebih inklusif dan positif terhadap perempuan dalam berbagai aspek kehidupan politik dapat membantu mengubah persepsi masyarakat terhadap perempuan di politik.

Selain itu, kebijakan-kebijakan yang mendukung kesetaraan gender perlu diterapkan secara aktif. Penerapan kuota gender, program pelatihan kepemimpinan untuk perempuan, dan langkah-langkah konkret lainnya dapat membantu mengatasi hambatan-hambatan sistemik yang menghambat partisipasi perempuan dalam politik.

Dalam hal ini, masyarakat perlu berperan aktif dalam mendukung perempuan di politik. Pemberian dukungan publik, peningkatan kesadaran akan isu-isu gender, dan partisipasi aktif dalam proses politik adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk mendorong inklusivitas dan kesetaraan di ranah politik.

Secara keseluruhan, peningkatan partisipasi dan kedudukan perempuan dalam politik bukan hanya tanggung jawab perempuan itu sendiri, tetapi juga tugas bersama seluruh masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan setara. Dengan mengatasi hambatan-hambatan tersebut, kita dapat membangun masyarakat dan sistem politik yang mencerminkan keanekaragaman dan memanfaatkan potensi penuh dari seluruh warganya, tanpa memandang jenis kelamin.

Dalam ranah politik, kedudukan perempuan sering kali dipengaruhi oleh dinamika kekuasaan yang patriarkal, di mana konstruksi sosial gender menempatkan mereka dalam posisi yang seringkali lebih rendah. Pemikiran Jacques Derrida, seorang filsuf postmodern, dapat dihubungkan dengan melihat bagaimana struktur kekuasaan dan bahasa memainkan peran dalam mengeksploitasi dan membatasi perempuan.

Jacques Derrida (1930-2004) adalah seorang filsuf Prancis-Aljazair yang dikenal sebagai salah satu tokoh utama dalam aliran pemikiran postmodernisme dan dekonstruksi. Pemikiran dan karya-karyanya memiliki dampak yang signifikan terutama dalam bidang filsafat, sastra, dan studi budaya.

Derrida dikenal dengan konsep dekonstruksi, suatu metode analisis kritis yang bertujuan untuk meruntuhkan oposisi biner dan menunjukkan kompleksitas dan keragaman dalam bahasa dan ide. Ia menolak ide kebenaran tetap dan menekankan pada sifat ambigu dan berfluktuasi dari makna-makna dalam teks dan budaya.

Filsuf ini juga mengkritik struktur bahasa dan filosofi Barat tradisional, mengajukan pertanyaan tentang hubungan antara kata dan makna, serta mempertanyakan oposisi konsep seperti hadir-tidak hadir, pusat-periferi, dan lainnya.

Derrida juga memiliki kontribusi dalam konteks politik dan sosial, terutama dalam memeriksa bagaimana bahasa dan struktur kekuasaan membentuk identitas dan hierarki dalam masyarakat. Pemikirannya telah memengaruhi berbagai disiplin ilmu dan menyentuh isu-isu seperti gender, ras, dan politik identitas.

Meskipun kontroversial, warisan pemikiran Derrida terus diperdebatkan dan dianalisis oleh para akademisi di berbagai bidang, menjadikannya salah satu tokoh sentral dalam gerakan pemikiran kontemporer.

Derrida menyoroti ide bahwa bahasa memiliki kecenderungan untuk menciptakan hierarki dan oposisi. Dalam konteks politik, hal ini dapat terlihat dalam cara bahasa dan kebijakan menciptakan perbedaan gender yang memihak pada pihak laki-laki. Perempuan sering kali diwakili secara stereotip dalam bahasa dan disesuaikan dengan norma-norma sosial yang mempertahankan dominasi laki-laki.

Selain itu, Derrida juga menekankan pentingnya dekonstruksi, yaitu memeriksa dan meruntuhkan struktur konseptual yang membatasi pemikiran. Dalam hal ini, dekonstruksi dapat diterapkan untuk memeriksa dan memahami konsep-konsep seperti peran gender yang mungkin dibangun oleh kebijakan politik. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk meruntuhkan norma-norma gender yang tidak adil dan membebaskan perempuan dari struktur kekuasaan yang merugikan.

Secara keseluruhan, pemikiran Derrida dapat memberikan wawasan tentang bagaimana bahasa dan kekuasaan berperan dalam menentukan kedudukan perempuan dalam ranah politik, serta menyoroti perlunya dekonstruksi untuk mencapai kesetaraan gender yang lebih baik.

Tidak ada komentar