Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header

Breaking News:

latest

OPINI: Janji Kampanye, Antara Retorika dan Realita

  oleh: Husna (Mahasiswi Komunikasi & Penyiaran Islam, IAIN Parepare) OPINI--- Dalam setiap musim pemilu, rakyat Indonesia kerap disuguh...

 




oleh: Husna (Mahasiswi Komunikasi & Penyiaran Islam, IAIN Parepare)

OPINI---Dalam setiap musim pemilu, rakyat Indonesia kerap disuguhi janji-janji manis dari para calon pemimpin yang menjanjikan perubahan dan kesejahteraan, namun tak jarang semua itu berujung menjadi retorika kosong yang jauh dari realisasi nyata. Fenomena ini bukan sekadar soal etika politik, tetapi telah menjadi masalah struktural yang menggerus kepercayaan publik terhadap demokrasi. Ketika janji politik tidak ditepati, kepercayaan rakyat luntur, partisipasi melemah, dan muncul apatisme kolektif terhadap institusi negara.

Oleh karena itu, sudah saatnya bangsa ini membangun budaya politik yang bertanggung jawab dengan memperkuat sistem pengawasan janji politik secara transparan dan akuntabel. Kandidat wajib menyampaikan program yang realistis dan terukur, lengkap dengan analisis kelayakan dan perhitungan sumber daya yang tersedia. Selain itu, pencerdasan politik masyarakat harus menjadi prioritas nasional: melalui kurikulum pendidikan, kampanye edukatif di media sosial, forum warga, hingga modul literasi politik yang mudah diakses.

Masyarakat yang sadar dan kritis tidak akan mudah tergoda oleh janji kosong, melainkan mampu mengevaluasi rekam jejak dan komitmen kandidat secara objektif. Pemerintah dan lembaga seperti BPK, KPK, dan Ombudsman RI juga harus berperan aktif melakukan audit kinerja terhadap implementasi program kampanye.

Lebih jauh, kontrak politik tertulis yang ditandatangani secara publik perlu dijadikan norma baru dalam kampanye politik, dengan sanksi moral, elektoral, bahkan administratif bagi pelanggarnya. KPU dan Bawaslu perlu diberikan kewenangan lebih besar untuk melarang kampanye yang menjanjikan hal di luar batas kewenangan dan menjatuhkan hukuman terhadap penyebar janji fiktif. Media massa dan forum publik pun harus diberdayakan sebagai ruang kontrol sosial yang memfasilitasi dialog antara rakyat dan pemimpin, serta menjadi penghubung informasi faktual atas capaian janji politik.

Dalam negara demokrasi yang sehat, janji kampanye bukan sekadar alat promosi kekuasaan, melainkan kontrak moral yang dapat ditagih dan diawasi. Jika semua elemen bangsa bersinergi dalam memperkuat literasi politik, akuntabilitas pemimpin, dan ketegasan regulasi, maka janji politik akan benar-benar menjadi fondasi perubahan, bukan sekadar puisi menjelang kotak suara dibuka.

Tidak ada komentar