Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header

Breaking News:

latest

OPINI; Positif Berpikir Sebelum Positif Corona

Penulis: Ega Anugrah T, Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) IAIN Parepare OPINI --- Hampir dua bulan dari diterap...



Penulis: Ega Anugrah T, Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) IAIN Parepare

OPINI --- Hampir dua bulan dari diterapkannya aturan untuk melakukan social distancing, selama itu juga masalah muncul mengeroyok baik dari pihak dominan maupun pihan non-dominan.
Penerapan social distancing atau lockdown dilakukan sebagai usaha dalam memutus rantai penyebaran covid 19 atau corona virus.

Covid 19 atau virus corona dilahirkan di kota Wuhan China, banyak interpretasi dari kalangan pengamat terkait proses lahirnya virus corona ini. Pendapat yang mula muncul mengatakan bahwa virus corona lahir dari pasar hewan yang berasal di Wuhan, kelelawar dan katak disebut-sebut sebagai hewan yang menjadi penyebab lahirnya corona.

Pendapat yang muncul kemudian, corona ini merupakan senjat biologis yang sengaja diciptakan oleh AS dengan partnertnya yaitu Israil, hal ini dicurigai oleh mantan pejabat intelejen militer Badan intelejen pusat (CIA) yaitu Philip Giraldi. Dalam argumennya mengatakan covid-19 tidak muncul secara alami melalu mutasi melainkan diproduksi di laboratorium

Dari dugaan Giraldi belum dinyatakan sebagai interpretasi yang sahih sebab presiden Cina menolak kalau covid 19 dikembangkan sebagai senjata biologis. Pro dan kontra terkait lahirnya corona telah diperbincangan oleh para pakar dan spesialis untuk mencari solusi dalam menyelesaikan musibah yang melanda dunia.

Sejak mewabahnya covid 19 ke berbagai pelosok dunia, WHO (World Healt Organization) telah menyatakan sebagai darurat global.
Kini pandemi corona menjadi lawan perang bagi dunia, kalaupun corona menjadi senjata biologi maka terjadilah senjata makan tuan.

Akibat dari pandemi berefek terhadap semua kelas sosial baik itu masyarakat atas, menengah dan bawah merasakan dampak dari pandemi ini. Namun setiap masalah tentunya mengandung hikmah, negatif ada karna postif ada.

Mengucap syukur di tengah musibah tidak semua orang mampu melakukannya,  namun dibalik kesusahan masih banyak yang perlu kita syukuri. Pada penetapan aturan social distancing yang mengharuskan segala aktifitas dilakukan di rumah, tetap aturan ini tidak berlaku untuk pekerja tertentu.

Dari ngantor di rumah sampang ngampus di rumah. Sisi positif yang harus diterima dengan adanya aturan ini bahwa tentunya kita lebih banyak di rumah, bagi mahasiswah akan menghemat pembiayaan orangtua karna kita hanya cukup membeli paket data untuk melakukan perkuliahan, paket datapun dapat di gunakan 2-3 minggu sekali beli.

Jika dibandingkan dengan kuliah tatap muka orang tua harus mengeluarkan lebih banyak dana untuk makan dan kebutuhan lain anak-anaknya di tanah rantau. Namun penetapan belajar di rumah atau kuliah online ini tidak begitu saja dapat diterima oleh kalangan mahasiswa sebab pembayaran SPP yang baru dibayar kemudian kita harus dihadapkan dengan perkuliahan online dengan pembelian paket ditanggung sendiri.

Dengan hal itu banyak mahasiswa yang menuntut untuk dikembalikan uang sppnya sekian persen atau diberikan subsidi oleh pihak kampus, namun hal itu sampai sekarang belum ada titik terang yang diberikan oleh pihak kampus. Berbeda dengan beberapa kampus yang telah memberikan subsidi kepada mahasiswanya agar mampu mengurangi beban biaya mahasiswa yang kurang mampu.

Jika pihak kampus tidak mampu memberikan subsidi kepada mahasiswa sebagai bentuk bantuan untuk meringankan beban mahasiswa tentunya itu akan terus ditutut. Melihat keadaan negara yang akan dilanda krisis dan pendapatan ekonomi masyarakat kian menurun, mungkin dari penulis menawarkan kepada para pembaca agar uang SPP semester berikutnya di subsidi 50% sebagai ganti uang spp semster yang akan berlalu. Tentunya dengan solusi yang ditawarkan ini akan lebih membantu teman-teman yang kesulitan untuk mendapatkan biaya perkuliahan.

1 komentar